APA ITU KREDIT DAN PEMBIAYAAN
Dalam kehidupan sehari-hari, apakah Anda pernah mendengar kata kredit, atau pinjaman, atau pembiayaan? Umumnya, masyarakat yang mengajukan kredit atau pembiayaan memiliki kebutuhan dana untuk modal usaha atau kebutuhan konsumsinya. Lalu, apa yang membedakan keduanya?Secara ringkas, kredit merupakan fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang atau badan usaha meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya kembali dalam jangka waktu yang ditentukan dengan dikenakan bunga. Berdasarkan Undang-Undang Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan ata kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya seteah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit disediakan oleh bank umum konvensional, BPR, dan Pegadaian.
Sementara itu, pembiayaan merupakan dukungan pendanaan untuk kebutuhan atau pengadaan barang / aset / jasa tertentu yang mekanisme umumnya melibatkan tiga pihak yaitu pihak pemberi pendanaan, pihak penyedia barang/ aset/ jasa tertentu, dan pihak yang memanfaatkan barang/ aset/ jasa tertentu. Produk pembiayaan disediakan oleh bank umum syariah/ unit usaha syariah/ BPRS, dan perusahaan pembiayaan. Namun, terdapat pula mekanisme yang hanya melibatkan dua pihak seperti pembiayaan emas di bank/BPR Syariah dan pembiayaan dengan cara jual dan sewa balik (sale and lease back).
INGIN AJUKAN KREDIT DI BANK? KENALI DULU AGUNANNYA
Sobat Sikapi, pernahkah kamu memanfaatkan produk kredit atau pembiayaan di bank yang mengharuskan untuk menjaminkan aset berharga yang dimiliki? Nah, jaminan dimaksud dikenal juga dengan agunan, apabila nilai agunan Sobat tidak memenuhi persyaratan maupun ketentuan maka pengajuan kredit Sobat kemungkinan tidak bisa disetujui oleh bank.
Agunan menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1992 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Pada prinsipnya, jaminan kredit adalah kelayakan usaha berupa arus uang usaha peminjam, namun ada kalanya bank membutuhkan agunan berupa aset untuk lebih meningkatkan keyakinan dari pihak bank.
Agunan ini memiliki fungsi sebagai alat pengaman atau alat untuk mengurangi risiko akhir atau bisa juga sebagai fasilitas yang diberikan kreditur (pemberi pinjaman) kepada debitur (peminjam) yang mengalami wanprestasi atau gagal memenuhi kewajiban pembayaran.
Namun perlu Sobat ketahui, suatu barang atau aset bisa dijadikan sebagai agunan apabila memenuhi 3 syarat utama dengan kriteria sebagai berikut:
- Punya nilai ekonomis yaitu dalam pengertian dapat dinilai dengan uang dan dapat diuangkan,
- Kepemilikannya dapat dipindahtangankan dengan mudah,
- Dapat dimiliki secara keseluruhan berdasarkan hukum dimana pemberi pinjaman punya hak untuk melikuidasi jaminan tersebut.
Nah, jika Sobat ingin mengajukan kredit/pembiayaan di bank, jenis-jenis barang atau aset ini bisa Sobat jadikan sebagai agunan:
1. Agunan Berwujud
Agunan berwujud sendiri dibagi menjadi dua bagian, yakni agunan bergerak dan agunan tidak bergerak. Contoh agunan bergerak adalah kendaraan bermotor seperti mobil, motor, kapal, dan lainnya. Sedangkan agunan tidak bergerak adalah tanah, properti, logam mulia, mesin pabrik, persediaan barang, hasil kebun atau ternak, dan lainnya.
2. Agunan Tidak Berwujud
Contoh dari agunan tidak berwujud ini adalah hak paten, hakbkekayaan intelektual, surat berharga, obligasi, deposito, dan lainnya.
Proses pengembalian agunan ini juga sangat sederhana, karena agunan tersebut akan diberikan kembali kepada peminjam ketika periode kredit/pembiayaan di bank telah lunas/ selesai.
Namun jika Sobat tidak dapat melunasi kewajiban ketika memperoleh kredit/pembiayaan, maka agunan itu tentu saja akan disita dan berpindah tangan menjadi milik bank. Perhatikan beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan oleh Sobat ketika akan mengajukan kredit/pembiayaan agar tidak wanprestasi (macet) diantaranya adalah jangka waktunya, besaran angsuran (dipastikan tidak melebihi 30% dari jumlah pendapatan per bulan), jumlah penghasilan/pendapatan, besaran nilai jaminan, tingkat suku bunga/bagi hasilnya. Jaga reputasi yang baik dengan selalu disiplin dalam membayar angsuran secara tepat waktu. Jadi, Sobat harus bijak dalam memanfaatkan produk kredit/pembiayaan dan gunakanlah untuk sesuatu yang sifatnya produktif (menghasilkan) sehingga tambahan dana tersebut dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan kedepannya.
Sumber:
Seri Literasi Keuangan tingkat Perguruan Tinggi; Buku 2 Perbankan
Undang-Undang No.10 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
Mengenal Prinsip 5C Pemberian Kredit
Prinsip 5C merupakan sistem yang digunakan bank atau pemberi pinjaman lainnya untuk mengukur kelayakan kredit dari seorang calon debitur (peminjam). 5C ini adalah Character, Capacity, Capital, Condition dan Collateral.
Bank Indonesia (BI) menambahkan faktor C ke-6, yaitu constraint – Batasan/hambatan yang menyebabkan suatu bisnis tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu.
Dengan memahami 5C dari prinsip pemberian kredit, Anda dapat lebih memahami bagaimana bank berpikir dan mempersiapkan diri untuk memenuhi kriteria mereka.
Mengenal Prinsip 5C perbankan
- 1. Character (Karakter)
- 2. Capacity/Cashflow (Kapasitas/Keuangan)
- 3. Capital (Modal)
- 4. Conditions (Kondisi)
- 5. Collateral (Agunan)
- 6. Constraint (Hambatan)
Tidak ada formula pasti dalam memperhitungkan kelima atribut ini – setiap peminjam memiliki pertimbangan yang berbeda.
Contohnya, pemberi pinjaman online biasanya lebih banyak melihat aspek karakter dari skor kredit pribadi yang Anda miliki, sementara bank mungkin lebih peduli tentang aspek agunan dan kapasitas dari usaha Anda.
Yang terpenting, Anda fokus pada hal-hal yang dapat Anda kendalikan. “Kelima huruf C ini adalah salah satu dari banyak hal yang benar-benar dipercayai oleh bank, jadi kita harus bisa menghadapinya” kata Brad Farris, seorang konsultan bisnis.
1. Prinsip 5C ‘Character’ (Karakter)
Karakter yang dimaksud di sini adalah sifat atau watak calon debitur. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan bank bahwa sifat calon debitur benar-benar dapat dipercaya. Terdapat beberapa indikasi yang diperhatikan Bank untuk melihat karakter dari calon debitur. Pertama, apakah calon debitur memiliki reputasi yang tidak baik dalam hubungannya dengan masyarakat, rekan bisnis dan bank. Kedua, apakah debitur memiliki hubungan yang tidak baik dengan pihak lain. Ketiga, apakah debitur berganti-ganti supplier dan tidak mendapat fasilitas hutang dagang. Hal ini merupakan indikasi bahwa debitur tidak dapat dipercaya karena sering ingkar janji.
Lalu bagaimana Bank menganalisa indikasi tersebut? Bank menganalisanya dari beberapa faktor di antaranya melalui info lingkungan tempat tinggal dan tempat usaha untuk melihat reputasi, trade checking untuk melihat hubungan bisnis dan bank checking untuk melihat hubungan debitur dengan bank.
2. Prinsip 5C ‘Capacity’ (Kapasitas)
Dalam prinsip ini, Bank mencoba melihat kemampuan calon debitur dalam mengembalikan kredit yang dikaitkan dengan kemampuan mereka dalam mengelola bisnis dan mendapatkan laba. Semakin banyak sumber pendapatannya, semakin besar kemampuannya untuk membayar kredit. Terdapat beberapa indikator yang dianalisis bank, di antaranya:
A. Managerial Capacity
Dalam hal ini Bank akan mencoba menganalisis kemampuan manajerial debitur melalui bagaimana pengalaman debitur dalam mengelola usaha serta bagaimana perkembangan usaha selama ditangani yang bersangkutan.
Beberapa hal yang dinilai berisiko bagi bank dalam hal managerial capacity, antara lain apabila manajemen bersikap agresif dalam pengembangan bisnis, jika terdapat penyalahgunaan kredit untuk kegiatan di luar aktivitas usaha yang dibiayai serta apabila manajemen bersikap one man show. One man show sendiri merupakan sebuah gaya kepemimpinan yang semuanya harus dilakukan dan dipikirkan seorang diri.
B. Financial Capacity
Di sini Bank akan berusaha menganalisis bagaimana kemampuan debitur dalam mengelola keuangan perusahaan. Beberapa aspek yang dianalisis antara lain apakah manajemen memiliki kemampuan mengelola keuangan yang buruk, apakah kinerja perusahaan tidak baik tetapi memiliki prospek berkembang hingga apakah keuangan usaha sewaktu-waktu dapat memburuk. Hal ini penting dianalisis karena kapasitas finansial merupakan faktor penting dalam pengembalian kredit.
C. Technical Capacity
Technical Capacity di sini maksudnya adalah analisis proses produksi. Bank akan mengindentifikasi risiko pada proses produksi untuk melihat adakah hal-hal yang menggangu keberlangsungan usaha atau apakah secara teknis perusahaan menghadapi kendala ketidakpastian supply bahan baku.
3. Prinsip 5C ‘Capital‘
Pada prinsip ini bank akan melihat kecukupan modal yang dimiliki calon debitur dalam menjalankan usahanya. Biasanya bank tidak membiayai 100% suatu usaha, sehingga calon debitur harus menyediakan dana dari sumber lain atau dari modal sendiri. Tujuan dari prinsip ini adalah untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki calon debitur dalam usahanya.
Analisa capital dilakukan dengan mempelajari nilai kekayaan bersih yang dimiliki calon debitur yang dilihat melalui total aktiva dan kewajiban dalam laporan keuangan. Di sini terdapat beberapa hal yang dinilai berisiko bagi bank yakni apabila modal usaha tidak mencukupi batas toleransi yang ditetapkan bank, debitur tidak memiliki kemampuan memperkuat permodalan sesuai batas toleransi bank, serta risiko terjadinya moral hazard.
Moral hazard sendiri merupakan risiko ketika suatu pihak belum menandatangani kontrak dengan itikad baik atau telah memberikan informasi yang keliru tentang aset, kewajiban maupun kapasitas kreditnya.
4. Prinsip 5C ‘Condition‘
Dalam prinsip ini pihak bank akan berusaha melihat kestabilan finansial dari calon debitur. Tujuannya untuk memprediksi prospek usaha di masa mendatang bersamaan dengaan informasi financial capacity. Kemudian pihak bank juga akan memprediksi risiko kemungkinan gagal bayar dari calon debitur. Terdapat 2 aspek yang dianalisis yakni kondisi industry (mikro) dan kondisi ekonomi (makro).
Apabila kondisi finansial calon debitur dinilai kurang stabil, pihak bank cenderung akan menolak pengajuan pinjaman. Kalaupun diberikan pihak bank juga akan terlebih dahulu melihat prospek usaha tersebut di masa mendatang.
Terdapat beberapa hal yang dinilai berisiko bagi bank di antaranya jika terdapat ketidakpastian ekonomi secara makro, baik karena suku bunga ataupun nilai tukar. Kemudian jika persaingan industry sejenisnya sangat ketat, hingga terdapat hal-hal yang mengganggu prospek usaha.
5. Prinsip 5C ‘Collateral‘
Collateral merupakan prinsip 5C berupa jaminan fisik maupun non-fisik yang diberikan calon debitur. Jaminan yang diberikan hendaknya melebihi jumlah kredit dan akan terlebih dahulu diteliti keabsahannya oleh pihak bank. Jaminan ini berfungsi sebagai pelindung dari risiko keuangan. Analisa prinsip collateral ini bermaksud untuk mengikat keseriusan debitur menjalankan usaha dan membayar kewajiban kredit, selain itu juga sebagai jalan keluar kedua jika debitur wanprestasi.
Dalam hal ini pihak bank akan menganalisis status kepemilikan SHM/SHGB/SHP/SHGU dan lainnya dari calon debitur, kemudian kecukupan nilai agunan serta bentuk pengikatan (HT/fiducia/gadai/cesie) juga menjadi bahan pertimbangan dari pihak bank.
Terdapat beberapa hal yang dinilai berisiko bagi Bank, yakni apabila nilai agunan tidak mengcover atau menurun karena kerusakan, agunan bukan milik calon debitur, pengikatan agunan bukan peringkat pertama, hingga risiko moral hazard.
6. Constraints
Prinsip ini berupaya untuk melihat batasan dan hambatan yang menyebabkan suatu bisnis tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu (tempat, iklim, masyarakat, dll.)
Contoh
- Pompa bensin disekitar usaha bengkel las
- Usaha peternakan dilingkungan pemukiman
- Dll.
Baca Juga : Syarat dan Proses Kredit/Pinjaman