Minggu, 14 Mei 2023

Pajak Penghasilan (PPh) Badan

 

Pajak Penghasilan (PPh) Badan : Jenis, Tarif, Cara Menghitung

Kewajiban wajib pajak badan yaitu menghitung, memungut, menyetor dan melaporkan pajak yang jadi kewajibannya. Pahami jenis pajak yang dikelolanya, besar tarif dan cara menghitung PPh Badan.

Pajak Penghasilan Badan (PPhB) atau PPh Badan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan suatu perusahaan atau badan.

Sedangkan pengertian Wajib Pajak Badan adalah sekumpulan orang atau kelompok yang tergabung dan bekerjasama dalam bentuk modal yang melakukan kegiatan usaha maupun tidak melakukan usaha yang diwajibkan dalam ketentuan perpajakan.

Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Badan

Sesuai Pasal 1 UU PPh No. 7 Tahun 1983, pengertian Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak.

Dengan demikian, pengertian Pajak Penghasilan Badan adalah pajak penghasilan yang dikenakan terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan.

Sementara itu, PPh Badan ini terbagi menjadi dua berdasarkan sifatnya, yakni:

·         PPh Badan Final

Pajak Penghasilan atau PPh Final adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP Badan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto tertentu.

·         PPh Badan Tidak Final

Pajak Penghasilan atau PPh Tidak Final adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh WP Badan berdasarkan Pasal 17 dan Pasal 31E Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Badan

Bicara jenis Pajak Penghasilan yang dikenakan atas pendapatan suatu badan atau perusahaan sendiri antara satu dengan lainnya berbeda-beda, tergantung bidang dan kebijakan usahanya.

Selain tarif, WP Badan juga perlu mengetahui cara menghitung jumlah Penghasilan Kena Pajak yang dimilikinya. Sehingga akan diketahui besar PPh Badan yang harus dibayarkan ke kas negara.

Secara umum, ada dua jenis pajak yang menjadi kewajiban WP Badan, yakni Pajak Penghasilan (PPh) Badan dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Hak dan kewajiban wajib pajak badan sebagai berikut:

·         Hak mengajukan restitusi kelebihan pembayaran pajak

·         Hak mendapat perlindungan kerahasiaan data

·         Hak memperoleh pengembalian pendahuluan kebijakan pembayaran pajak

·         Hak mendapatkan fasilitas pajak Ditanggung Pemerintah (DTP)

·         Hak peroleh insentif perpajakan

·         Kewajiban mendaftarkan diri sebagai wajib pajak sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan

·         Wajib membayar kewajiban pajaknya

·         Kewajiban melaporkan pajaknya

·         Kewajiban berlaku kooperatif apabila dilakukan pemeriksaan pajak

Jenis-jenis Pajak Penghasilan Badan

Berikut jenis pajak penghasilan dan pajak lainnya yang dibayar / setor dan dilaporkan oleh WP Badan atau perusahaan:

1. Pajak Penghasilan Pasal 21

PPh Pasal 21 mengatur tentang pemotongan dari hasil pekerjaan jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak atau karyawan Anda, dan harus dibayarkan setiap bulannya.

Perusahaan melakukan pemotongan langsung atas penghasilan para karyawan untuk selanjutnya disetorkan ke kas negara melalui bank persepsi.

Pengelolaan untuk pajak karyawan termasuk hitung dan setor maupun lapor  SPT Masa PPh 21 dapat dilakukan melalui fitur e-Filing Klikpajak.

2. Pajak Penghasilan Pasal 22

Apa itu PPh 22PPh 22 adalah pajak penghasilan yang mengatur atas pemungutan pajak dari Wajib Pajak yang dibebankan pada badan usaha tertentu karena melakukan aktivitas perdagangan terkait dengan ekspor, impor, maupun re-impor.

Untuk lebih spesifik aturan PPh Impor, hal ini diatur dalam pasal 22 ayat 1.

3. Pajak Penghasilan Pasal 23

PPh Pasal 23 adalah pajak yang mengatur atas pemotongan pajak yang dilakukan oleh pemungut pajak dari Wajib Pajak ketika terjadi transaksi yang merujuk pada:

·         Transaksi dividen atau pembagian keuntungan saham

·         Royalti, bunga, hadiah dan penghargaan

·         sewa, dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan aset selain tanah dan transfer bangunan atau jasa.

4. Pajak Penghasilan Pasal 25

PPh Pasal 25 badan adalah pajak yang mengatur atas angsuran pajak yang berasal dari jumlah pajak penghasilan terutang menurut SPT PPh dikurangi PPh yang telah dipungut serta PPh yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dan boleh dikreditkan. Tarif PPh 25 kemudian terbagi menjadi tiga klasifikasi berdasarkan tingkat brutonya.

5. Pajak Penghasilan Pasal 26

PPh Pasal 26 mengatur pajak yang dikenakan atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia dan diterima Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.

6. Pajak Penghasilan Pasal 29

PPh Badan Pasal 29 mengatur atas jumlah pajak terutang suatu perusahaan dalam satu tahun pajak lebih besar dari jumlah kredit pajak yang telah dipotong oleh pihak lain, serta telah disetorkan.

Maka nilai lebih pajak terutang tersebut harus dibayarkan sebelum SPT PPh Badan dilaporkan.

7. Pajak Penghasilan Pasal 15

PPh Pasal 15 mengatur atas laporan pajak yang berhubungan dengan Norma Perhitungan Khusus untuk golongan Wajib Pajak tertentu, termasuk WP Badan yang bergerak pada:

·         Sektor pelayaran atau penerbangan internasional

·         Perusahaan asuransi luar negeri

·         Pengeboran minyak, gas dan geothermal

·         Perusahaan dagang asing

·         Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangunan serah guna.

8. Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2)

PPh Pasal 4 ayat (2) berkaitan dengan pajak yang dipungut dari penghasilan yang dipotong dari:

·         Bunga deposito dan tabungan lainnya

·         Bunga obligasi dan surat utang negara

·         Bunga simpanan yang dibayarkan koperasi

·         Hadiah undian

·         Transaksi saham dan sekuritas lainnya

·         Serta transaksi lain sebagaimana diatur dalam peraturan yang ditetapkan.

Pajak penghasilan pasal 4 ayat 2, 15, 22, 23, dan 26 merupakan PPh Unifikasi yang harus dikelola melalui aplikasi e-Bupot Unifikasi.

9. Pajak Pertambahan Nilai

PPN adalah merupakan pajak yang dibebankan untuk transaksi atas Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP).

Nilai PPN biasanya ditambahkan pada harga pokok barang atau jasa yang diperjualbelikan tersebut.

10. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)

PPnBM merupakan pajak yang dikenakan atas barang atau produk yang dianggap bukan sebagai barang kebutuhan pokok.

Barang tersebut biasanya dikonsumsi oleh masyarakat kalangan tertentu yang pada umumnya merupakan masyarakat berpenghasilan tinggi.

Bagi Anda yang berkecimpung dalam bidang ekspor-impor, baca juga Fungsi SSPCP dan Penggunaannya bagi Eksportir & Importir.

Subjek Pajak Penghasilan Badan dan Objek PPh Badan

Sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), penghasilan suatu badan atau perusahaan yang dimaksud adalah:

“Setiap penambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak Badan, baik dari dalam maupun luar negeri, dengan keperluan apapun termasuk misalnya menambah kekayaan, konsumsi, investasi, dan lain sebagainya.”

Dasar pengenaan pajak penghasilan badan dikenakan pada subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh badan / perusahaan dan BUT dalam tahun pajak.

Bentuk usaha tetap atau BUT merupakan subjek pajak yang perlakuan pajaknya dipersamakan dengan subjek pajak badan.

Siapa saja yang menjadi subjek Pajak Penghasilan Badan dan apa saja yang termasuk dalam objek PPh Badan telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan.

A. Subjek PPh Badan

Subjek pajak Badan atau subjek PPh Badan adalah setiap Badan Usaha yang diberikan kewajiban untuk membayar pajak, baik dalam periode bulan maupun tahun dan disetor ke kas negara.

Jenis subjek badan dibedakan menjadi 2 yakni:

1. Subjek Pajak Dalam Negeri

Subjek pajak dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

·         Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan

·         Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

·         Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat (Pempus) atau Pemerintah Daerah (Pemda)

·         Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara

·         Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak

2. Subjek Pajak Luar Negeri

Sedangkan subjek pajak luar negeri adalah badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima / memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha / melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia, juga termasuk subjek pajak luar negeri.

Lalu, apa saja yang dimaksud dengan badan?

Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), yang termasuk dalam pengertian Badan adalah sebagai berikut:

1.        Perseroan Terbatas (PT)

2.        Perseroan Lainnya

3.        Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

4.        Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

5.        Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

6.        Firma

7.        Kongsi

8.        Koperasi

9.        Dana Pensiun

10.    Persekutuan

11.    Perkumpulan

12.    Yayasan

13.    Organisasi Masyarakat

14.    Organisasi Sosial Politik

15.    Organisasi lainnya dengan nama dan bentuk apapun

16.    Lembaga dan bentuk badan lainnya

17.    Kontrak Investasi Kolektif (KIK)

18.    Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Pengertian BUT dalam hal Badan Usaha adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

Bentuk usaha yang dipergunakan oleh badan ini dapat berupa:

·         Tempat kedudukan manajemen

·         Cabang perusahaan

·         Kantor perwakilan

·         Gedung kantor

·         Pabrik

·         Bengkel

·         Gudang

·         Ruang untuk promosi dan penjualan

·         Pertambangan dan penggalian sumber alam

·         Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi

·         Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan

·         Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan

·         Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan

·         Badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas

·         Agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia

·         Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

B. Objek PPh Badan (Objek Pajak Badan)

Objek PPh Badan adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh badan.

Bagi Subjek Badan dalam negeri yang menjadi objek PPh badan adalah semua penghasilan baik dari dalam maupun dari luar negeri.

Penghasilan yang menjadi Objek Pajak Badan sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 Ayat (1) UU HPP meliputi:

1.    Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan,
kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;

2.    Hadiah dari undian pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;

3.    Laba usaha;

4.    Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

a.   Keuntungan karena pengalihan harta sebagai pengganti saham

b.   Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham

c.Keuntungan karena likuidasi, penggabungan dan sejenisnya

d.   Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibahan, bantuan, atau sumbangan

e.   Keuntungan karena penjualan atau pengalihan Hak

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;

6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang;

7. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis;

8. Royalti atau imbalan atas penggunaan Hak;

9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

10.Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

11.Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;

13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

14. Premi asuransi;

15. Iuran yang diterima/diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP
yang menjalankan usaha/pekerjaan bebas;

16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak;

17. Penghasilan dari usaha berbasis Syariah;

18. Imbalan bunga sesuai UU KUP;

19. Surplus Bank Indonesia.

C. Jenis Penghasilan yang Dikenai Pajak Bersifat Final

1.   Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, bunga atau diskonto surat berharga jangka pendek yang diperdagangkan di pasar uang, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;

2.   Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;

3.   Penghasilan berupa hadiah undian;

4.   Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan

5.   Penghasilan tertentu lainnya, termasuk penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.

Sedangkan sifat penghasilan final yaitu:

·         PPh Final (dibayar sendiri atau dipotong pihak lain) tidak dapat dikreditkan.

·         Biaya-biaya yang digunakan untuk menghasilkan, menagih, dan memelihara (3M) penghasilan yang dikenakan PPh final tidak dapat dikurangkan dalam memperhitungkan PPh terutang pada akhir tahun (dalam SPT Tahunan PPh).

·         Penghasilan yang dikenakan PPh Final tidak digabung dalam penghitungan pajak akhir tahun, tapi cukup dilaporkan saja.

D. Dasar Hukum Pajak Penghasilan Badan

Ada beberapa peraturan yang berlaku mengenai pajak Badan, antara lain:

·         UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Badan.

·         UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.

·         Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran Bruto tertentu.

·         UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

·         UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

·         Beberapa peraturan turunan dalam PMK, Perdirjen, dan lainnya sebagai regulasi pelaksananya.

Mekanisme Penghitungan PPh Badan

Wajib pajak badan memiliki kewajiban untuk menghitung pajak, menyetor, atau membayar pajak serta melaporkan pajak atas segala bentuk penghasilannya sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Berikut ini mekanisme dalam perhitungan Pajak Penghasilan Badan:

1. Penghasilan Kena Pajak

Sebelum Anda melakukan perhitungan Pajak Penghasilan Badan Usaha atau PPh Badan, Sobat Klikpajak harus terlebih dulu mengetahui nominal penghasilan kena pajak badan.

Bagaimana caranya? Anda bisa mengurangi penghasilan neto fiskal dengan kompensasi kerugian fiskal.

Di mana penghasilan neto fiskal merupakan penghasilan neto yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri, baik dari kegiatan usaha maupun bukan, setelah melewati penyesuaian fiskal yang berdasarkan ketentuan perpajakan.

Sedangkan kompensasi neto fiskal adalah kerugian yang dialami badan.

Apabila menggunakan pembukuan, kerugian tersebut dapat dikompensasi selama lima tahun secara berturut-turut.

2. Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang

Untuk mendapatkan nominal ini, Anda dapat mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak yang berlaku. Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) bagian b UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, tarif pajak yang dikenakan kepada badan adalah 25%.

Besar tarif ini berlaku sejak tahun pajak 2010. Tarif lebih rendah dapat dikenakan kepada wajib pajak badan dalam negeri dengan ketentuan sebagai berikut:

1.   Berbentuk perseroan terbuka.

2.   Memiliki sedikitnya 40% jumlah keseluruhan saham yang disetor dan diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.

3.   Tarif yang dikenakan sebesar 5% lebih rendah daripada tarif normal.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka cara menghitung pajak penghasilan badan adalah:

PT AAA memiliki jumlah Penghasilan Kena Pajak badan adalah senilai Rp2.000.000.000, maka tarif PPh badan yang harus dibayarkan adalah 25% x Rp2.000.000.000 = Rp500.000.000.

Perlu diketahui, penghasilan yang dipotong dengan Pajak Penghasilan bersifat final, tidak termasuk dalam ketentuan ini. Tarif pajak final diatur dalam aturan tersendiri berdasarkan Peraturan Pemerintah.

A. Tarif PPh Badan Berapa Persen yang Terbaru?

Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2020 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbatas, tarif PPh badan diturunkan.

Beleid ini dikeluarkan untuk melaksanakan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang No. 2/2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang  (Perpu) No. 1/2020 tentang:

Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang.

Melalui beleid baru ini, tarif Pajak Penghasilan Badan turun secara bertahap yakni:

·         22% berlaku pada 2020 dan 2021

·         20% mulai berlaku pada 2022

Sedangkan khusus untuk WP Badan berbentuk Perseroan Terbuka (Tbk), akan mendapatkan tarif PPh Badan 2023 terbaru 3% lebih rendah dari penurunan PPh Badan secara umum tersebut.

Lebih rendah 3% untuk Perusahaan Terbuka (Tbk) tersebut, maka tarif pajak penghasilan badan perseroan Tbk menjadi:

·         19% pada 2020 dan 2022

·         17% mulai pada 2023

Tapi penurunan tarif PPh Badan 2023 lebih rendah 3% bagi Perusahaan Tbk ini ada syaratnya, yaitu:

1.   Saham dikuasai setidaknya 300 pihak.

2.   Setiap pihak di dalam Perseroan Terbuka (PT) hanya diizinkan menguasai saham di bawah 5% dari keseluruhan saham yang diperdagangkan dan disetor penuh.

3.   Saham yang diperdagangkan dan disetor pada bursa efek wajib dipenuhi dalam kurun waktu paling sedikit 183 hari kalender selama jangka waktu 1 tahun pajak.

4.   Membuat laporan kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Tarif Pajak Penghasilan Badan Berapa Persen dalam dalam UU HPP?

Seperti diketahui, ketentuan tarif pajak badan kembali direvisi kembali melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Melalui UU HPP ini, tarif PPh Badan berubah menjadi 22% mulai Tahun Pajak 2022.

Artinya, tarif PPh Badan terbaru ini lebih tinggi 2% dibanding tarif PPh Badan versi peraturan sebelumnya pada UU No. 2/2020 tersebut yang sebesar 20%.

Jadi, pemerintah membatalkan penurunan tarif PPh Badan dari rencana semula hanya sebesar 20% pada 2022.

Atau dengan kata lain, pengenaan PPh 22% yang sudah diberlakukan sejak 2020 dan 2021 itu diperpanjang lagi mulai 2022.

B. Tahapan Menghitung Pajak Penghasilan Badan

Bagaimana cara menghitung PPh Badan yang masih harus dibayar?

Apabila PPh Terutang dihitung dari tarif dikali PKP, maka PPh yang masih harus dibayar adalah jumlah pajak terutang dikurangi kredit pajak.

Kredit pajak adalah pajak-pajak yang sebelumnya telah disetorkan atau yang telah dipotong/dipungut oleh pihak ketiga.

Berikut ini tahapan atau langkah-langkah menghitung pajak penghasilan badan:

1. Menghitung Penghasilan

Langkah pertama, WP Badan harus menghitung seluruh penghasilan yang diterima selama satu tahun pajak.

Namun perlu diingat bahwa penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak perlu dimasukkan dalam perhitungan pajak penghasilan.

Selengkapnya baca artikel Daftar Subjek dan Objek yang Tidak Dikenakan PPh.

2. Mengurangi Penghasilan dengan Biaya

Langkah kedua, mengurangi penghasilan pada poin 1 di atas dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh WP Badan.

Biaya-biaya tersebut meliputi seluruh biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha.

Jenis biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto ini diperjelas dalam Pasal 6 UU HPP, yakni biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara.

3. Mengurangi dengan Penyusutan dan Amortisasi Fiskal

Langkah ketiga, wajib pajak badan dapat mengurangkan penghasilan dengan penyusutan atas pengeluaran yang diatur dalam Pasal 11 ayat (1) UU HPP.

Sedangkan pengurangan penghasilan dengan amortisasi atas pengeluaran diatur dalam Pasal 11A UU HPP.

Sudah tahu? Inilah Batasan PKP Terbaru atau Threshold PKP Turun.

4. Melakukan Koreksi atau Rekonsiliasi Fiskal

Langkah keempat, WP Badan harus melakukan koreksi fiskal atau rekonsiliasi fiskal.

Rekonsiliasi fiskal adalah proses pencatatan penyesuaian, dan pembetulan yang dilakukan karena ada perbedaan perlakuan atas pendapatan atau laba komersial maupun biaya antara standar akuntansi dan aturan perpajakan.

Sehingga rekonsiliasi fiskal ini terbagi menjadi dua, yaitu:

·         Rekonsiliasi beda tetap : karena perbedaan antara laba yang dikenakan pajak dengan laba akuntansi yang belum terkena pajak. seperti penghasilan final, PPh.

·         Rekonsiliasi beda waktu: karena perbedaan waktu pengakuan, baik penghasilan maupun biaya antara sistem akuntansi dan sistem perpajakan, seperti perbedaan metode penyusutan.

Sedangkan koreksi fiskal terbagi menjadi dua, yaitu:

·         Koreksi fiskal postitif : menambah laba komersial atau laba penghasilan kena pajak, dengan menambahkan pendapatan dan mengurangi atau mengeluarkan biaya-iaya yang tidak diakui secara fiskal.

·         Koreksi fiskal negatif : mengurangi laba komersial atau laba penghasilan kena pajak yang disebabkan pendapatan komersial lebih tinggi daripada pendapatan fiskal dan biaya-biaya komersial yang lebih kecil daripada biaya-biaya fiskal.

Biaya-biaya yang tidak menjadi pengurang pajak yang diatur dalam Pasal 9 UU HPP.

Anda harus mengeluarkan biaya-biaya tersebut dari penghitungan Penghasilan Kena Pajak.

Apabila didapati penghasilan bruto setelah pengurangan biaya-biaya ternyata menghasilkan perhitungan yang minus atau rugi, sehingga tidak terdapat PKP/Penghasilan Kena Pajak.

Maka nilai kerugian tersebut dapat dikompensasikan mulai tahun pajak berikutnya selama dengan 5 tahun berturut-turut.

Rumus Menghitung PPh Wajib Pajak Badan Berdasarkan Omzet

Selain mekanisme di atas, ada juga hal lain yang harus dipahami, yaitu peredaran bruto dan kepentingannya dalam cara menghitung Pajak Penghasilan (PPh) badan.

Peredaran bruto adalah seluruh penghasilan yang diterima, baik orang pribadi maupun badan.

Berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku, penghitungan berdasarkan jumlah peredaran bruto, yaitu:

1. Wajib Pajak Badan dengan omzet kurang dari Rp4,8 miliar

Wajib pajak badan dengan penghasilan bruto di bawah Rp4,8 miliar setahun, dapat menggunakan PPh Final PP 23/2018 dalam jangka waktu tertentu.

2. Wajib Pajak dengan omzet Rp4,8 miliar hingga Rp50 miliar

Untuk wajib pajak dengan omzet antara nilai tersebut, maka perhitungan tarif pajak berbeda.

WP Badan memperoleh pengurangan sebesar 50% dari tarif pajak penghasilan yang dikalikan dengan penghasilan kena pajak.

Fasilitas pengurangan tarif sendiri merupakan kebijakan yang terdapat pada Pasal 31E UU PPh.

Kebijakan ini didasarkan pada prinsip keadilan dan peningkatan daya saing pada wajib pajak badan agar dapat semakin mudah berkembang.

3. Wajib Pajak dengan omzet lebih dari Rp50 miliar

Pajak Penghasilan badan terutang dengan peredaran bruto lebih dari Rp50 miliar akan dihitung berdasarkan ketentuan umum atau tanpa fasilitas pengurangan tarif, yakni tarif PPh Badan x Penghasilan Kena Pajak.

Untuk lebih memudahkan bagaimana rumus penghitungan PPh wajib pajak badan lihat tabel berikut:

Penghasilan Kotor (Bruto)

(Rp)

Tarif Pajak

Kurang dari Rp4,8 miliar

50% x *22% x Penghasilan Kena Pajak

Rp4,8 miliar hingga Rp50 miliar

[(50%x22%) x Penghasilan Kena Pajak yang Memperoleh Fasilitas] + (22% x Penghasilan Kena Pajak Tidak Memperoleh Fasilitas)]

Lebih dari Rp50 miliar

22% x Penghasilan Kena Pajak

 

*22% tarif PPh Badan yang berlaku pada 2022

Contoh Cara Menghitung Pajak Penghasilan Badan

Berikut beberapa contoh penghitungan pajak penghasilan badan berdasarkan tarif pajak PPh badan terbaru sesuai UU HPP:

a. Contoh 1;

Pada tahun 2022, dalam laporan keuangan PT AAA memperoleh penghasilan kena pajak sebesar Rp5 miliar dan dapat memanfaatkan fasilitas pengurang pajak sesuai Pasal 31E.

Maka, pajak yang harus dibayar sebesar:

50% x 22% x Rp5 miliar = Rp550 juta.

Namun, perlu dibuat catatan bahwa selama periode tahun 2022, PT AAA telah menyetor pajak penghasilan karyawan ke kas negara sebesar Rp50 juta dan pajak PPh Pasal 23 sebesar Rp100 juta.

Maka, pajak penghasilan terutang PT AAA adalah:

Rp550 juta – Rp50 juta – Rp100 juta = Rp350 juta.

Rp350 juta adalah angka yang bisa dicicil oleh PT AAA ke kas negara atas penghasilan Badan Usaha di tahun 2022.

Maka, cicilan pembayaran PPh terutang PT AAA sebesar:

= Jumlah PPh Terutang : 12 bulan

= Rp350 juta : 12

= Rp29.166 juta

b. Contoh 2;

Berikut contoh sederhana penghitungan pajak penghasilan badan yang dikenakan tarif umum PPh Badan dan tidak mendapatkan fasilitas Pasal 31 E dengan omzet Rp55 miliar:

Jumlah Penghasilan Bruto

Rp55.000.000.000

Biaya

Rp25.000.000.000 (-)

Penghasilan Neto Komersial

Rp30.000.000.000

Koreksi Fiskal:

Positif

Rp5.000.000.000

Negatif

Rp3.000.000.000 (+)

Total Penghasilan Neto Fiskal

Rp38.000.000.000

Kompensasi Kerugian

Rp1.000.000.000

Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Rp15.000.000.000 (-)

PPh Terutang:

Rp22.000.000.000

Kredit Pajak

Rp500.000.000

 

Pajak dipotong/dipungut pihak ketiga

Rp200.000.000

Pajak telah dibayar sendiri

Rp100.000.000 (+)

Jumlah Kredit Pajak

Rp800.000.000 (-)

Pajak Kurang/Lebih Bayar

Rp21.200.000.000

Cara Pilih Tarif PPh Badan Perusahaan yang Tepat

Anda dapat memilih tarif pajak penghasilan badan yang sesuai untuk jenis dan bentuk usaha yang dijalankan.

Sebab DJP memberikan keleluasaan bagi WP Badan untuk memilih jenis tarif pajak PPh Badan yang sesuai.

Sehingga diharapkan dapat membantu mempermudah dalam memenuhi kewajiban pajak WP Badan dan dapat membantu mengembangkan usaha Anda.

Ingin mengetahui cara memilih tarif pajak penghasilan badan yang sesuai untuk perusahaan yang Anda kelola?

Selengkapnya berikut Cara Pilih Tarif Pajak Perusahaan yang Tepat dan Persiapan Lapor SPT Pajak WP Badan PT.

Apabila Anda masih mengalami kesulitan dalam melakukan perhitungan, pembayaran, pelaporan hingga dengan pengarsipan dokumen perpajakan, manfaatkan aplikasi pajak online Klikpajak yang merupakan PJAP mitra resmi DJP.

Melalui Klikpajak, Anda dapat melakukan administrasi perpajakan dalam satu platform dengan mudah dan cepat.

Klikpajak.id adalah aplikasi pajak online berbasis cloud yang bisa Anda akses di mana saja dan kapan pun setiap kali ada kesempatan serta membutuhkan mengurus perpajakan.

Cara Bayar dan Lapor PPh Badan

Setelah melalui tahapan penghitungan Pajak Penghasilan Badan atau PPh Badan, selanjutnya Anda membayar dan melaporkan kewajiban Pajak Penghasilan Badan.

Cara mudah kelola penghasilan kena pajak badan usaha adalah dengan aplikasi pajak online Mekari Klikpajak, mulai dari hitung, bayar dan lapor pajaknya.

Berikut tutorial langkah-langkah cara membuat Kode Billing dan bayar pajak online:

·         Cara Membuat Kode Billing dan Bayar Pajak Online di e-Billing

Panduan lengkap tata cara lapor espt pph badan, selengkapnya ikuti langkah-langkah di bawah ini:

·         Cara Lapor e-SPT PPh Badan 1771 Online

Itulah tadi penjelasan lengkap mengenai apa saja kewajiban wajib pajak badan, objek PPh badan dan subjek PPh badan atau pajak penghasilan badan, tarif PPh Badan terbaru, contoh perhitungan PPh Badan, cara menghitung PPh badan hingga cara bayar pajak badan online dan lapor SPT PPh badan secara daring.

Bukan hanya mudah cara lapor pajak badan tahunan online, fitur lengkap Klikpajak akan membuat administrasi pajak lainnya juga semakin efektif dan efisien.