Pajak Penghasilan (PPh) Badan
: Jenis, Tarif, Cara Menghitung
Kewajiban wajib pajak badan
yaitu menghitung, memungut, menyetor dan melaporkan pajak yang jadi
kewajibannya. Pahami jenis pajak yang dikelolanya, besar tarif dan cara
menghitung PPh Badan.
Pajak Penghasilan Badan (PPhB)
atau PPh Badan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan suatu perusahaan
atau badan.
Sedangkan pengertian Wajib Pajak
Badan adalah sekumpulan orang atau kelompok yang tergabung dan
bekerjasama dalam bentuk modal yang melakukan kegiatan usaha maupun tidak
melakukan usaha yang diwajibkan dalam ketentuan perpajakan.
Pengertian Pajak
Penghasilan (PPh) Badan
Sesuai Pasal 1 UU PPh No. 7
Tahun 1983, pengertian Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap
orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang
diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak.
Dengan demikian, pengertian
Pajak Penghasilan Badan adalah pajak penghasilan yang dikenakan terhadap
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan.
Sementara itu, PPh Badan ini
terbagi menjadi dua berdasarkan sifatnya, yakni:
·
PPh Badan Final
Pajak Penghasilan atau PPh
Final adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh WP Badan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun
2018 tentang Pajak Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib
Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto tertentu.
·
PPh Badan Tidak
Final
Pajak Penghasilan atau PPh
Tidak Final adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang
diterima oleh WP Badan berdasarkan Pasal 17 dan Pasal 31E Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Badan
Bicara jenis
Pajak Penghasilan yang dikenakan atas pendapatan suatu badan atau
perusahaan sendiri antara satu dengan lainnya berbeda-beda, tergantung bidang
dan kebijakan usahanya.
Selain tarif, WP Badan juga
perlu mengetahui cara menghitung jumlah Penghasilan Kena Pajak yang
dimilikinya. Sehingga akan diketahui besar PPh Badan yang harus dibayarkan ke
kas negara.
Secara umum, ada dua jenis
pajak yang menjadi kewajiban WP Badan, yakni Pajak Penghasilan (PPh) Badan
dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM).
Hak dan kewajiban wajib
pajak badan sebagai berikut:
·
Hak mengajukan restitusi kelebihan pembayaran pajak
·
Hak mendapat perlindungan kerahasiaan data
·
Hak memperoleh pengembalian pendahuluan kebijakan
pembayaran pajak
·
Hak mendapatkan fasilitas pajak Ditanggung
Pemerintah (DTP)
·
Hak peroleh insentif perpajakan
·
Kewajiban mendaftarkan diri sebagai wajib pajak
sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan
·
Wajib membayar kewajiban pajaknya
·
Kewajiban melaporkan pajaknya
·
Kewajiban berlaku kooperatif apabila dilakukan
pemeriksaan pajak
Jenis-jenis Pajak Penghasilan
Badan
Berikut jenis pajak penghasilan
dan pajak lainnya yang dibayar / setor dan dilaporkan oleh WP Badan atau
perusahaan:
1. Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh Pasal 21 mengatur
tentang pemotongan dari hasil pekerjaan jasa atau kegiatan dengan nama dan
dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak atau karyawan
Anda, dan harus dibayarkan setiap bulannya.
Perusahaan melakukan pemotongan
langsung atas penghasilan para karyawan untuk selanjutnya disetorkan ke kas
negara melalui bank persepsi.
Pengelolaan untuk pajak
karyawan termasuk hitung dan setor maupun lapor SPT Masa PPh 21 dapat
dilakukan melalui fitur e-Filing Klikpajak.
2. Pajak Penghasilan Pasal 22
Apa itu PPh
22? PPh 22 adalah pajak penghasilan
yang mengatur atas pemungutan pajak dari Wajib Pajak yang dibebankan pada
badan usaha tertentu karena melakukan aktivitas perdagangan terkait dengan
ekspor, impor, maupun re-impor.
Untuk lebih spesifik aturan PPh
Impor, hal ini diatur dalam pasal 22
ayat 1.
3. Pajak Penghasilan Pasal 23
PPh
Pasal 23 adalah pajak yang mengatur atas pemotongan pajak yang
dilakukan oleh pemungut pajak dari Wajib Pajak ketika terjadi transaksi yang
merujuk pada:
·
Transaksi dividen atau pembagian keuntungan saham
·
Royalti, bunga, hadiah dan penghargaan
·
sewa, dan penghasilan lain yang berkaitan dengan
penggunaan aset selain tanah dan transfer bangunan atau jasa.
4. Pajak Penghasilan Pasal 25
PPh Pasal 25
badan adalah pajak yang mengatur atas angsuran pajak yang berasal dari
jumlah pajak penghasilan terutang menurut SPT PPh dikurangi PPh yang telah
dipungut serta PPh yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dan boleh
dikreditkan. Tarif PPh 25 kemudian
terbagi menjadi tiga klasifikasi berdasarkan tingkat brutonya.
5. Pajak Penghasilan Pasal 26
PPh Pasal 26 mengatur
pajak yang dikenakan atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia dan
diterima Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
6. Pajak Penghasilan Pasal 29
PPh
Badan Pasal 29 mengatur atas jumlah pajak terutang suatu perusahaan
dalam satu tahun pajak lebih besar dari jumlah kredit pajak yang telah dipotong
oleh pihak lain, serta telah disetorkan.
Maka nilai lebih pajak terutang
tersebut harus dibayarkan sebelum SPT PPh Badan dilaporkan.
7. Pajak Penghasilan Pasal 15
PPh
Pasal 15 mengatur atas laporan pajak yang berhubungan dengan Norma Perhitungan
Khusus untuk golongan Wajib Pajak tertentu, termasuk WP Badan yang bergerak
pada:
·
Sektor pelayaran atau penerbangan internasional
·
Perusahaan asuransi luar negeri
·
Pengeboran minyak, gas dan geothermal
·
Perusahaan dagang asing
·
Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk
bangunan serah guna.
8. Pajak Penghasilan Pasal 4
Ayat (2)
PPh Pasal 4 ayat (2) berkaitan
dengan pajak yang dipungut dari penghasilan yang dipotong dari:
·
Bunga deposito dan tabungan lainnya
·
Bunga obligasi dan surat utang negara
·
Bunga simpanan yang dibayarkan koperasi
·
Hadiah undian
·
Transaksi saham dan sekuritas lainnya
·
Serta transaksi lain sebagaimana diatur dalam
peraturan yang ditetapkan.
Pajak penghasilan pasal 4 ayat
2, 15, 22, 23, dan 26 merupakan PPh Unifikasi yang harus dikelola melalui
aplikasi e-Bupot
Unifikasi.
9. Pajak Pertambahan Nilai
PPN adalah merupakan
pajak yang dibebankan untuk transaksi atas Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa
Kena Pajak (JKP).
Nilai PPN biasanya ditambahkan
pada harga pokok barang atau jasa yang diperjualbelikan tersebut.
10. Pajak Penjualan Barang Mewah
(PPnBM)
PPnBM merupakan pajak yang
dikenakan atas barang atau produk yang dianggap bukan sebagai barang kebutuhan
pokok.
Barang tersebut biasanya
dikonsumsi oleh masyarakat kalangan tertentu yang pada umumnya merupakan
masyarakat berpenghasilan tinggi.
Bagi Anda yang berkecimpung
dalam bidang ekspor-impor, baca juga Fungsi SSPCP dan
Penggunaannya bagi Eksportir & Importir.
Subjek Pajak
Penghasilan Badan dan Objek PPh Badan
Sebagaimana ketentuan dalam
Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), penghasilan suatu badan atau
perusahaan yang dimaksud adalah:
“Setiap penambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak Badan, baik dari dalam
maupun luar negeri, dengan keperluan apapun termasuk misalnya menambah
kekayaan, konsumsi, investasi, dan lain sebagainya.”
Dasar pengenaan pajak
penghasilan badan dikenakan pada subjek pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh badan / perusahaan dan BUT dalam
tahun pajak.
Bentuk usaha tetap atau BUT
merupakan subjek pajak yang perlakuan pajaknya dipersamakan dengan subjek pajak
badan.
Siapa saja yang menjadi subjek
Pajak Penghasilan Badan dan apa saja yang termasuk dalam objek PPh Badan telah
diatur dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan.
A. Subjek PPh
Badan
Subjek pajak Badan atau subjek
PPh Badan adalah setiap Badan Usaha yang diberikan kewajiban untuk membayar
pajak, baik dalam periode bulan maupun tahun dan disetor ke kas negara.
Jenis subjek badan dibedakan
menjadi 2 yakni:
1. Subjek Pajak Dalam Negeri
Subjek pajak dalam negeri
adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit
tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
·
Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan
·
Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
·
Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah
Pusat (Pempus) atau Pemerintah Daerah (Pemda)
·
Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan
fungsional negara
·
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak
2. Subjek Pajak Luar Negeri
Sedangkan subjek pajak luar
negeri adalah badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia.
Badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima / memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha / melakukan kegiatan
melalui BUT di Indonesia, juga termasuk subjek pajak luar negeri.
Lalu, apa saja yang
dimaksud dengan badan?
Berdasarkan Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), yang termasuk dalam
pengertian Badan adalah sebagai berikut:
1.
Perseroan Terbatas (PT)
2.
Perseroan Lainnya
3.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
4.
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
5.
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
6.
Firma
7.
Kongsi
8.
Koperasi
9.
Dana Pensiun
10. Persekutuan
11. Perkumpulan
12. Yayasan
13. Organisasi
Masyarakat
14. Organisasi
Sosial Politik
15. Organisasi
lainnya dengan nama dan bentuk apapun
16. Lembaga
dan bentuk badan lainnya
17. Kontrak
Investasi Kolektif (KIK)
18. Bentuk
Usaha Tetap (BUT)
Pengertian BUT dalam hal Badan
Usaha adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia.
Bentuk usaha yang dipergunakan
oleh badan ini dapat berupa:
·
Tempat kedudukan manajemen
·
Cabang perusahaan
·
Kantor perwakilan
·
Gedung kantor
·
Pabrik
·
Bengkel
·
Gudang
·
Ruang untuk promosi dan penjualan
·
Pertambangan dan penggalian sumber alam
·
Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
·
Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau
kehutanan
·
Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan
·
Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai
atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12
bulan
·
Badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya
tidak bebas
·
Agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi
asuransi atau menanggung risiko di Indonesia
·
Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis
yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik
untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
B. Objek PPh
Badan (Objek Pajak Badan)
Objek PPh Badan adalah
penghasilan yang diterima atau diperoleh badan.
Bagi Subjek Badan dalam negeri
yang menjadi objek PPh badan adalah semua penghasilan baik dari dalam maupun
dari luar negeri.
Penghasilan yang menjadi Objek
Pajak Badan sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 Ayat (1) UU HPP meliputi:
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan,
kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;
2. Hadiah dari undian pekerjaan atau kegiatan dan
penghargaan;
3. Laba usaha;
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
termasuk:
a. Keuntungan karena pengalihan harta sebagai pengganti saham
b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham
c.Keuntungan karena likuidasi, penggabungan dan sejenisnya
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibahan, bantuan, atau
sumbangan
e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan Hak
5. Penerimaan kembali
pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
6. Bunga termasuk premium,
diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang;
7. Dividen dengan nama dan
dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis;
8. Royalti atau imbalan atas
penggunaan Hak;
9. Sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta;
10.Penerimaan atau perolehan
pembayaran berkala;
11.Keuntungan karena pembebasan
utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12. Keuntungan selisih kurs
mata uang asing;
13. Selisih lebih karena
penilaian kembali aktiva;
14. Premi asuransi;
15. Iuran yang
diterima/diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP
yang menjalankan usaha/pekerjaan bebas;
16. Tambahan kekayaan neto yang
berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak;
17. Penghasilan dari usaha
berbasis Syariah;
18. Imbalan bunga sesuai UU
KUP;
19. Surplus Bank Indonesia.
C. Jenis
Penghasilan yang Dikenai Pajak Bersifat Final
1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi
dan surat utang negara, bunga atau diskonto surat berharga jangka pendek yang
diperdagangkan di pasar uang, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi orang pribadi;
2. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh
perusahaan modal ventura;
3. Penghasilan berupa hadiah undian;
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
dan/atau bangunan; dan
5. Penghasilan tertentu lainnya, termasuk penghasilan dari usaha yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.
Sedangkan sifat penghasilan
final yaitu:
·
PPh Final (dibayar sendiri atau dipotong pihak
lain) tidak dapat dikreditkan.
·
Biaya-biaya yang digunakan untuk menghasilkan,
menagih, dan memelihara (3M) penghasilan yang dikenakan PPh final tidak dapat
dikurangkan dalam memperhitungkan PPh terutang pada akhir tahun (dalam SPT
Tahunan PPh).
·
Penghasilan yang dikenakan PPh Final tidak digabung
dalam penghitungan pajak akhir tahun, tapi cukup dilaporkan saja.
D. Dasar Hukum
Pajak Penghasilan Badan
Ada beberapa peraturan yang
berlaku mengenai pajak Badan, antara lain:
·
UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
Badan.
·
UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
·
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 Tentang
Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha yang diterima atau diperoleh
wajib pajak yang memiliki peredaran Bruto tertentu.
·
UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
·
UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan
Perpajakan (UU HPP).
·
Beberapa peraturan turunan dalam PMK, Perdirjen,
dan lainnya sebagai regulasi pelaksananya.
Mekanisme
Penghitungan PPh Badan
Wajib pajak badan memiliki
kewajiban untuk menghitung pajak, menyetor, atau membayar pajak serta
melaporkan pajak atas segala bentuk penghasilannya sesuai dengan ketentuan
perpajakan yang berlaku.
Berikut ini mekanisme dalam
perhitungan Pajak Penghasilan Badan:
1. Penghasilan Kena Pajak
Sebelum Anda melakukan
perhitungan Pajak Penghasilan Badan Usaha atau PPh Badan, Sobat Klikpajak harus
terlebih dulu mengetahui nominal penghasilan kena pajak badan.
Bagaimana caranya? Anda bisa
mengurangi penghasilan neto fiskal dengan kompensasi kerugian fiskal.
Di mana penghasilan neto fiskal
merupakan penghasilan neto yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri, baik
dari kegiatan usaha maupun bukan, setelah melewati penyesuaian fiskal yang
berdasarkan ketentuan perpajakan.
Sedangkan kompensasi neto
fiskal adalah kerugian yang dialami badan.
Apabila menggunakan pembukuan,
kerugian tersebut dapat dikompensasi selama lima tahun secara berturut-turut.
2. Penghitungan Pajak
Penghasilan Terutang
Untuk mendapatkan nominal ini,
Anda dapat mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak yang berlaku.
Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) bagian b UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan, tarif pajak yang dikenakan kepada badan adalah 25%.
Besar tarif ini berlaku sejak
tahun pajak 2010. Tarif lebih rendah dapat dikenakan kepada wajib pajak badan
dalam negeri dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Berbentuk perseroan terbuka.
2. Memiliki sedikitnya 40% jumlah keseluruhan saham yang disetor dan
diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.
3. Tarif yang dikenakan sebesar 5% lebih rendah daripada tarif normal.
Berdasarkan ketentuan tersebut,
maka cara menghitung pajak penghasilan badan adalah:
PT AAA memiliki jumlah
Penghasilan Kena Pajak badan adalah senilai Rp2.000.000.000, maka tarif PPh
badan yang harus dibayarkan adalah 25% x Rp2.000.000.000 = Rp500.000.000.
Perlu diketahui, penghasilan
yang dipotong dengan Pajak Penghasilan bersifat final, tidak termasuk dalam
ketentuan ini. Tarif pajak final diatur dalam aturan tersendiri berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
A. Tarif PPh
Badan Berapa Persen yang Terbaru?
Melalui Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 30 Tahun 2020 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Bagi Wajib
Pajak Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbatas, tarif PPh badan
diturunkan.
Beleid ini dikeluarkan untuk
melaksanakan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang No. 2/2020 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1/2020 tentang:
Kebijakan Keuangan Negara dan
Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 dan/atau Dalam
Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau
Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang.
Melalui beleid baru ini, tarif
Pajak Penghasilan Badan turun secara bertahap yakni:
·
22% berlaku pada 2020 dan 2021
·
20% mulai berlaku pada 2022
Sedangkan khusus untuk WP Badan
berbentuk Perseroan
Terbuka (Tbk), akan mendapatkan tarif PPh Badan 2023 terbaru 3% lebih
rendah dari penurunan PPh Badan secara umum tersebut.
Lebih rendah 3% untuk
Perusahaan Terbuka (Tbk) tersebut, maka tarif pajak penghasilan badan perseroan
Tbk menjadi:
·
19% pada 2020 dan 2022
·
17% mulai pada 2023
Tapi penurunan tarif PPh Badan
2023 lebih rendah 3% bagi Perusahaan Tbk ini ada syaratnya, yaitu:
1. Saham dikuasai setidaknya 300 pihak.
2. Setiap pihak di dalam Perseroan Terbuka (PT) hanya diizinkan menguasai
saham di bawah 5% dari keseluruhan saham yang diperdagangkan dan disetor penuh.
3. Saham yang diperdagangkan dan disetor pada bursa efek wajib dipenuhi
dalam kurun waktu paling sedikit 183 hari kalender selama jangka waktu 1 tahun
pajak.
4. Membuat laporan kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Tarif Pajak Penghasilan
Badan Berapa Persen dalam dalam UU HPP?
Seperti diketahui, ketentuan
tarif pajak badan kembali direvisi kembali melalui Undang-Undang Nomor
7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Melalui UU HPP ini, tarif
PPh Badan berubah menjadi 22% mulai Tahun Pajak 2022.
Artinya, tarif PPh Badan
terbaru ini lebih tinggi 2% dibanding tarif PPh Badan versi peraturan
sebelumnya pada UU No. 2/2020 tersebut yang sebesar 20%.
Jadi, pemerintah membatalkan
penurunan tarif PPh Badan dari rencana semula hanya sebesar 20% pada 2022.
Atau dengan kata lain,
pengenaan PPh 22% yang sudah diberlakukan sejak 2020 dan 2021 itu diperpanjang
lagi mulai 2022.
B. Tahapan
Menghitung Pajak Penghasilan Badan
Bagaimana cara menghitung PPh
Badan yang masih harus dibayar?
Apabila PPh Terutang dihitung
dari tarif dikali PKP, maka PPh yang masih harus dibayar adalah jumlah pajak
terutang dikurangi kredit pajak.
Kredit pajak adalah pajak-pajak
yang sebelumnya telah disetorkan atau yang telah dipotong/dipungut oleh pihak
ketiga.
Berikut ini tahapan atau
langkah-langkah menghitung pajak penghasilan badan:
1. Menghitung Penghasilan
Langkah pertama, WP Badan harus
menghitung seluruh penghasilan yang diterima selama satu tahun pajak.
Namun perlu diingat bahwa
penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak perlu dimasukkan dalam
perhitungan pajak penghasilan.
Selengkapnya baca artikel Daftar
Subjek dan Objek yang Tidak Dikenakan PPh.
2. Mengurangi Penghasilan
dengan Biaya
Langkah kedua, mengurangi
penghasilan pada poin 1 di atas dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh
WP Badan.
Biaya-biaya tersebut meliputi
seluruh biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan
kegiatan usaha.
Jenis biaya-biaya yang boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto ini diperjelas dalam Pasal 6 UU HPP, yakni
biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara.
3. Mengurangi dengan Penyusutan
dan Amortisasi Fiskal
Langkah ketiga, wajib pajak
badan dapat mengurangkan penghasilan dengan penyusutan atas pengeluaran yang
diatur dalam Pasal 11 ayat (1) UU HPP.
Sedangkan pengurangan
penghasilan dengan amortisasi atas pengeluaran diatur dalam Pasal 11A UU HPP.
Sudah tahu? Inilah Batasan
PKP Terbaru atau Threshold PKP Turun.
4. Melakukan Koreksi atau
Rekonsiliasi Fiskal
Langkah keempat, WP Badan harus
melakukan koreksi fiskal atau rekonsiliasi fiskal.
Rekonsiliasi fiskal adalah
proses pencatatan penyesuaian, dan pembetulan yang dilakukan karena ada
perbedaan perlakuan atas pendapatan atau laba komersial maupun biaya antara
standar akuntansi dan aturan perpajakan.
Sehingga rekonsiliasi fiskal
ini terbagi menjadi dua, yaitu:
·
Rekonsiliasi beda tetap : karena perbedaan antara
laba yang dikenakan pajak dengan laba akuntansi yang belum terkena pajak.
seperti penghasilan final, PPh.
·
Rekonsiliasi beda waktu: karena perbedaan waktu
pengakuan, baik penghasilan maupun biaya antara sistem akuntansi dan sistem
perpajakan, seperti perbedaan metode penyusutan.
Sedangkan koreksi fiskal
terbagi menjadi dua, yaitu:
·
Koreksi fiskal postitif : menambah laba komersial
atau laba penghasilan kena pajak, dengan menambahkan pendapatan dan mengurangi
atau mengeluarkan biaya-iaya yang tidak diakui secara fiskal.
·
Koreksi fiskal negatif : mengurangi laba komersial
atau laba penghasilan kena pajak yang disebabkan pendapatan komersial lebih
tinggi daripada pendapatan fiskal dan biaya-biaya komersial yang lebih kecil
daripada biaya-biaya fiskal.
Biaya-biaya yang tidak menjadi
pengurang pajak yang diatur dalam Pasal 9 UU HPP.
Anda harus mengeluarkan
biaya-biaya tersebut dari penghitungan Penghasilan Kena Pajak.
Apabila didapati penghasilan
bruto setelah pengurangan biaya-biaya ternyata menghasilkan perhitungan yang
minus atau rugi, sehingga tidak terdapat PKP/Penghasilan Kena Pajak.
Maka nilai kerugian tersebut
dapat dikompensasikan mulai tahun pajak berikutnya selama dengan 5 tahun
berturut-turut.
Rumus Menghitung
PPh Wajib Pajak Badan Berdasarkan Omzet
Selain mekanisme di atas, ada
juga hal lain yang harus dipahami, yaitu peredaran bruto dan kepentingannya
dalam cara
menghitung Pajak Penghasilan (PPh) badan.
Peredaran bruto adalah seluruh
penghasilan yang diterima, baik orang pribadi maupun badan.
Berdasarkan ketentuan
perpajakan yang berlaku, penghitungan berdasarkan jumlah peredaran
bruto, yaitu:
1. Wajib Pajak Badan dengan
omzet kurang dari Rp4,8 miliar
Wajib pajak badan dengan
penghasilan bruto di bawah Rp4,8 miliar setahun, dapat menggunakan PPh Final PP
23/2018 dalam jangka waktu tertentu.
2. Wajib Pajak dengan omzet
Rp4,8 miliar hingga Rp50 miliar
Untuk wajib pajak dengan omzet
antara nilai tersebut, maka perhitungan tarif pajak berbeda.
WP Badan memperoleh pengurangan
sebesar 50% dari tarif pajak penghasilan yang dikalikan dengan penghasilan kena
pajak.
Fasilitas pengurangan tarif
sendiri merupakan kebijakan yang terdapat pada Pasal 31E UU PPh.
Kebijakan ini didasarkan pada
prinsip keadilan dan peningkatan daya saing pada wajib pajak badan agar dapat
semakin mudah berkembang.
3. Wajib Pajak dengan omzet
lebih dari Rp50 miliar
Pajak Penghasilan badan
terutang dengan peredaran bruto lebih dari Rp50 miliar akan dihitung
berdasarkan ketentuan umum atau tanpa fasilitas pengurangan tarif, yakni tarif
PPh Badan x Penghasilan Kena Pajak.
Untuk lebih memudahkan
bagaimana rumus penghitungan PPh wajib pajak badan lihat tabel berikut:
Penghasilan Kotor (Bruto) (Rp) |
Tarif Pajak |
Kurang dari Rp4,8 miliar |
50% x *22% x Penghasilan
Kena Pajak |
Rp4,8 miliar hingga Rp50
miliar |
[(50%x22%) x Penghasilan
Kena Pajak yang Memperoleh Fasilitas] + (22% x Penghasilan Kena Pajak Tidak
Memperoleh Fasilitas)] |
Lebih dari Rp50 miliar |
22% x Penghasilan Kena
Pajak |
*22% tarif PPh Badan yang
berlaku pada 2022
Contoh Cara
Menghitung Pajak Penghasilan Badan
Berikut beberapa contoh
penghitungan pajak penghasilan badan berdasarkan tarif pajak PPh badan terbaru
sesuai UU HPP:
a. Contoh 1;
Pada tahun 2022, dalam laporan
keuangan PT AAA memperoleh penghasilan kena pajak sebesar Rp5 miliar dan dapat
memanfaatkan fasilitas pengurang pajak sesuai Pasal 31E.
Maka, pajak yang harus dibayar
sebesar:
50% x 22% x Rp5 miliar = Rp550
juta.
Namun, perlu dibuat catatan
bahwa selama periode tahun 2022, PT AAA telah menyetor pajak penghasilan
karyawan ke kas negara sebesar Rp50 juta dan pajak PPh Pasal 23 sebesar Rp100
juta.
Maka, pajak penghasilan
terutang PT AAA adalah:
Rp550 juta – Rp50 juta – Rp100
juta = Rp350 juta.
Rp350 juta adalah angka yang
bisa dicicil oleh PT AAA ke kas negara atas penghasilan Badan Usaha di tahun
2022.
Maka, cicilan pembayaran PPh
terutang PT AAA sebesar:
= Jumlah PPh Terutang : 12
bulan
= Rp350 juta : 12
= Rp29.166 juta
b. Contoh 2;
Berikut contoh sederhana
penghitungan pajak penghasilan badan yang dikenakan tarif umum PPh Badan dan
tidak mendapatkan fasilitas Pasal 31 E dengan omzet Rp55 miliar:
Jumlah Penghasilan Bruto |
Rp55.000.000.000 |
|
Biaya |
Rp25.000.000.000 (-) |
|
Penghasilan Neto Komersial |
Rp30.000.000.000 |
|
Koreksi Fiskal: |
||
Positif |
Rp5.000.000.000 |
|
Negatif |
Rp3.000.000.000 (+) |
|
Total Penghasilan Neto
Fiskal |
Rp38.000.000.000 |
|
Kompensasi Kerugian |
Rp1.000.000.000 |
|
Penghasilan Kena Pajak
(PKP) |
Rp15.000.000.000 (-) |
|
PPh Terutang: |
Rp22.000.000.000 |
|
Kredit Pajak |
Rp500.000.000 |
Pajak dipotong/dipungut
pihak ketiga |
Rp200.000.000 |
|
Pajak telah dibayar
sendiri |
Rp100.000.000 (+) |
|
Jumlah Kredit Pajak |
Rp800.000.000 (-) |
|
Pajak Kurang/Lebih Bayar |
Rp21.200.000.000 |
|
Cara Pilih Tarif
PPh Badan Perusahaan yang Tepat
Anda dapat memilih tarif pajak
penghasilan badan yang sesuai untuk jenis dan bentuk usaha yang dijalankan.
Sebab DJP memberikan
keleluasaan bagi WP Badan untuk memilih jenis tarif pajak PPh Badan yang
sesuai.
Sehingga diharapkan dapat
membantu mempermudah dalam memenuhi kewajiban pajak WP Badan dan dapat membantu
mengembangkan usaha Anda.
Ingin mengetahui cara memilih
tarif pajak penghasilan badan yang sesuai untuk perusahaan yang Anda kelola?
Selengkapnya berikut Cara
Pilih Tarif Pajak Perusahaan yang Tepat dan Persiapan Lapor SPT Pajak WP Badan
PT.
Apabila Anda masih mengalami
kesulitan dalam melakukan perhitungan, pembayaran, pelaporan hingga dengan
pengarsipan dokumen perpajakan, manfaatkan aplikasi
pajak online Klikpajak
yang merupakan PJAP mitra resmi DJP.
Melalui Klikpajak, Anda dapat
melakukan administrasi perpajakan dalam satu platform dengan mudah dan cepat.
Klikpajak.id adalah aplikasi
pajak online berbasis cloud yang bisa Anda akses di mana
saja dan kapan pun setiap kali ada kesempatan serta membutuhkan mengurus
perpajakan.
Cara Bayar dan Lapor
PPh Badan
Setelah melalui tahapan penghitungan
Pajak Penghasilan Badan atau PPh Badan, selanjutnya Anda membayar dan
melaporkan kewajiban Pajak Penghasilan Badan.
Cara mudah kelola
penghasilan kena
pajak badan usaha adalah dengan aplikasi pajak online Mekari
Klikpajak, mulai dari hitung, bayar dan lapor pajaknya.
Berikut tutorial
langkah-langkah cara membuat Kode Billing dan bayar pajak online:
·
Cara
Membuat Kode Billing dan Bayar Pajak Online di e-Billing
Panduan lengkap tata cara
lapor espt pph
badan, selengkapnya ikuti langkah-langkah di bawah ini:
·
Cara
Lapor e-SPT PPh Badan 1771 Online
Itulah tadi penjelasan lengkap
mengenai apa saja kewajiban wajib pajak badan, objek PPh badan dan subjek PPh
badan atau pajak penghasilan badan, tarif PPh Badan terbaru, contoh perhitungan
PPh Badan, cara menghitung PPh badan hingga cara bayar pajak
badan online dan
lapor SPT PPh badan secara daring.
Bukan hanya mudah cara
lapor pajak badan tahunan online, fitur lengkap Klikpajak akan membuat administrasi
pajak lainnya juga semakin efektif dan efisien.