Jumat, 12 Mei 2023

Amortisasi Aset Tak Berwujud

 

Amortisasi Adalah: Contoh, Cara Hitung, dan Bedanya dengan Penyusutan

Amortisasi adalah praktik yang kerap dilakukan dalam manajemen keuangan perusahaan. Ketahui cara hitungnya dan perbedaannya dengan penyusutan.


Dalam bisnis, amortisasi adalah praktik yang kerap dilakukan dalam manajemen keuangan perusahaan. Amortisasi berkaitan dengan aset atau aktiva tak berwujud dalam perusahaan. Biaya amortisasi dapat mempengaruhi laporan laba rugi dan neraca perusahaan, juga kewajiban pajaknya. Penghitungan amortisasi untuk tujuan akuntansi umumnya sederhana. Tapi akuntan harus bisa memisahkan mana aset tak berwujud yang mesti diamortisasi dan kemudian menghitung nilai amortisasi yang benar.

Pengertian Amortisasi

Istilah amortisasi terdapat dalam dua proses finansial yang berlainan: amortisasi terhadap aset atau aktiva tak berwujud dalam bisnis dan amortisasi pinjaman. Dalam artikel ini, topik yang dibahas adalah amortisasi terhadap aset tak berwujud yang berkaitan dengan akuntansi dan manajemen pengeluaran dalam usaha.

Maka pengertian amortisasi di sini merujuk pada praktik penyebaran biaya modal yang terkait dengan aset tidak berwujud selama durasi tertentu untuk tujuan akuntansi dan pajak. Karena itu, ada kemiripan konsep antara amortisasi dan depresiasi yang juga akan dijelaskan perbedaannya.

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), amortisasi adalah prosedur akuntansi yang secara sistematis mengurangi nilai biaya dan aset dengan umur manfaat terbatas atau aset tak berwujud lain melalui pembebanan berkala ke pendapatan. Amortisasi berlaku untuk aset tidak berwujud dengan masa manfaat yang dapat diidentifikasi.

Masa manfaat adalah umur ekonomis aset (periode yang diharapkan selama aset berguna bagi pemiliknya) atau umur kontrak/hukumnya (misalnya masa berlaku paten atau lisensi). Faktor pembatas seperti peraturan pemerintah atau faktor pasar lainnya dapat membuat umur ekonomis suatu aset lebih pendek daripada umur kontrak atau hukumnya.

Contoh aset tidak berwujud yang dapat diamortisasi meliputi:

  •       Paten
  •       Hak cipta
  •       Perjanjian waralaba
  •       Merek dagang
  •       Software yang dikembangkan terbatas untuk penggunaan internal (tidak dijual ke pasar)
  •       Lisensi
  •       Muhibah

Dalam pembukuan akuntansi, aset tidak berwujud perusahaan diungkapkan di bagian aset jangka panjang dari neraca, sementara biaya amortisasi tercantum pada laporan laba rugi. Namun, karena amortisasi adalah pengeluaran non-kas, amortisasi tak tercantum dalam laporan arus kas perusahaan atau dalam beberapa metrik laba, seperti laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA).

Amortisasi aset tidak berwujud penting karena dapat menurunkan pendapatan kena pajak dan kewajiban pajaknya sambil memberi investor pemahaman lebih baik mengenai pendapatan usaha yang sebenarnya.

(Baca: Laporan Laba Rugi: Definisi, Fungsi dan Cara Membuatnya bagi UMKM)

Contoh dan Cara Menghitung Amortisasi

Dalam akuntansi, praktik amortisasi adalah mengukur penurunan nilai aset tak berwujud. Cara penghitungannya mirip dengan depresiasi atau penyusutan aset berwujud, seperti mesin dan bangunan pabrik. Ketika perusahaan mengamortisasi aset tidak berwujud dalam suatu periode, biaya aset tersebut itu bisa diikat dengan pendapatan yang dihasilkan pada setiap periode akuntansi dan mengurangi biaya selama masa manfaat aset.

Untuk keperluan pembukuan, perusahaan umumnya menghitung amortisasi dengan metode garis lurus. Dengan metode ini, biaya aset tak berwujud disebar secara merata pada semua periode akuntansi di mana manfaat aset itu bisa diperoleh. Rumusnya:

Beban amortisasi tahunan = biaya perolehan aset/masa manfaat

Biaya perolehan aset memperhitungkan nilai residu jika ada, termasuk biaya lain yang muncul untuk memperoleh aset tersebut. Misalnya biaya komisi, legal, administrasi, dan lain-lain. Adapun masa manfaat di sini berbentuk estimasi bila tak ada masa berlaku secara pasti yang ditentukan oleh peraturan atau hukum negara.

Sebagai contoh, PT Sinar Jaya membeli hak cipta pembuatan software komputer dari seorang penemu untuk menunjang produksi perusahaan sebesar Rp 180.000.000. PT Sinar Jaya menghabiskan Rp 20.000.000 untuk mendaftarkan paten dan mendapat hak dari penemu selama 20 tahun.

Tapi kemudian ada gugatan hukum dari penemu lain atas paten temuan software tersebut. Proses hukum membuat PT Sinar Jaya mengeluarkan dana sebesar Rp 50.000.000, tapi berhasil memenangi gugatan tersebut. Maka beban amortisasi tahunannya:

(Rp 180.000.000 + Rp 20.000.000 + Rp 50.000.000)/20 tahun = Rp 12.500.000 per tahun

amortisasi

Photo by: Nick Youngson CC BY-SA 3.0 Pix4free

(Baca: Biaya Penyusutan: Definisi, Rumus, hingga Cara Mencatatnya)

Perbedaan Amortisasi dengan Penyusutan

Amortisasi berbeda dengan depresiasi alias penyusutan dalam beberapa hal. Secara singkat, perbedaan depresiasi dan amortisasi adalah:

 

Amortisasi

Depresiasi

Jenis aset

Tak berwujud

Berwujud

Penyebab penurunan nilai aset

Berakhirnya kontrak atau perjanjian

Keausan, penggunaan untuk operasional perusahaan

Penerapan

Hanya untuk aset tak berwujud dengan masa manfaat terbatas yang bisa diidentifikasi

Berlaku untuk semua aset tetap, kecuali tanah

Nila residu

Sudah termaktub dalam seluruh nilai aset

Punya nilai residu yang bisa diasumsikan

Entri jurnal

Beban amortisasi didebit ke akun beban laba rugi

Dikreditkan ke akumulasi penyusutan

Dari tabel itu, bisa dilihat bahwa perbedaan utama antara depresiasi dan amortisasi adalah depresiasi berfokus pada beban biaya aset berwujud, sementara amortisasi pada aset tak berwujud.

Beberapa contoh aset berwujud yang biasanya didepresiasi antara lain:

  •       Bangunan
  •       Peralatan
  •       Perabot kantor
  •       Kendaraan
  •       Mesin

Meski merupakan aset tetap dan berwujud, tanah tidak menjadi objek depresiasi karena umumnya tidak mengalami penyusutan nilai.

Perbedaan lain antara depresiasi dan amortisasi adalah amortisasi hampir selalu dilakukan dengan metode garis lurus sehingga jumlah beban amortisasi yang sama dicatat pada setiap periode akuntansi. Sebaliknya, beban depresiasi umumnya diakui dalam pembukuan dengan basis dipercepat sehingga lebih banyak beban yang diakui pada periode akuntansi sebelumnya.

Soal tidak adanya nilai residu pada amortisasi, ini berkaitan dengan karakteristik aset tak berwujud yang dipandang tak punya nilai jual kembali ketika umur ekonomis atau masa manfaatnya berakhir. Sedangkan aset berwujud dalam depresiasi masih punya nilai residu atau nilai yang tersisa dari penggunaan aset itu sehingga bisa dimasukkan ke penghitungan penyusutan.

Misalnya sebuah perusahaan membangun gudang dan memakainya selama bertahun-tahun. Karena ingin mendekatkan gudang dengan pabrik, perusahaan membangun gudang baru. Sedangkan gudang yang lama, meski sudah dipakai, masih punya nilai tersisa. Dalam pembukuan, biaya perolehan gudang dikurangi perkiraan nilai jual kembalinya disebar selama estimasi usia bangunan. Sebagian biaya itu dibebankan pada setiap tahun buku.

Demikian uraian singkat mengenai amortisasi. Penghitungan amortisasi memerlukan kecakapan dalam hal akuntansi dan keuangan. Selain untuk mengembangkan usaha, manfaat penghitungan amortisasi adalah bisa dijadikan dasar pengurang pajak. Dalam hal ini, perusahaan harus mengacu pada peraturan pemerintah mengenai amortisasi pajak. Umumnya pemerintah mengatur amortisasi pajak lewat Kementerian Keuangan. Untuk mempermudah pembukuan, pengusaha bisa memakai software akuntansi yang dapat menyederhanakan proses dan meminimalkan potensi kesalahan penghitungan.

Penting juga mengintegrasikan software akuntansi dengan platform pembayaran. Salah satunya adalah SpenmoPlatform pembayaran Spenmo tak hanya mempermudah kerja staf akuntan dalam melakukan pembayaran, tapi juga mempermudah pencatatan di perangkat lunak akuntansi yang dimiliki.

https://spenmo.id/blog/amortisasi-adalah